Pages

Monday, June 24, 2013

Catatan Kuliah Bunda Sayang Institut Ibu Profesional: Komunikasi Produktif

Gambar diambil dari: sini
Kembali Institut Ibu Profesional (IIP) pusat yang markasnya di Salatiga mengadakan perkuliahan Bunda Sayang di tahun 2013 ini. Kuliah ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan ibu sebagai ujung tombak keluarga dalam mengelola kehidupan keluarga dan meningkatkan kualitas hidup anggota keluarganya. Tahun lalu saya juga mengikuti perkuliahan ini, tapi sayangnya sering bolong-bolong. Jadi saat IIP kembali mengadakan program kuliah Bunda Sayang, saya betul-betul niatkan untuk selalu datang ke kelas virtual kami di wiziq. Semoga kali ini bisa konsisten.

Kuliah pertama Bunda Sayang mengangkat tema "Komunikasi Produktif". Waduuuh pas sekali dengan kondisi yg saya alami di minggu-minggu itu. Rasanya tiap hari meledak-ledak saat menghadapi Ghazi. Saya terdengar seperti ibu yang putus asa dan bawel. Di saat yang sama merasa kehilangan rasa dibutuhkan anak, karna anak lebih terlihat secure dengan ayah yang sabar. Ditambah lagi saya baru saja memutuskan kembali beraktivitas di luar rumah walau tidak setiap hari. Namun ternyata rasanya berat sekali melepas perhatian penuh pada anak. Saya merasa kekurangan waktu dalam memperbaiki hubungan dan semakin terpuruk secara emosi.

Rasa desperate ini harus segera diperbaiki. Saya rasa komunikasi produktif bisa menjadi langkah awal solusi bagi masalah ini. Berikut catatan kecil saya selama perkuliahan tersebut:

For things to chance, i must change first

Memilih kata sangat penting saat kita berbicara. Kata-kata mewakili apa yang kita pikir, membawa energi sekaligus menentukan kualitas diri. Tak berbeda saat berkomunikasi dengan anak, hal ini juga berlaku. Prinsip-prinsip berikut akan membawa hubungan yang lebih positif dan produktif jika kita praktekan bersama anak:
  1. Anak tidak memahami kata jangan, hal ini sudah cukup sering dibahas diberbagai seminar-seminar parenting. Kata-kata bernada "jangan", "no no no", "tidak" belum bisa dipersepsikan utuh oleh anak khususnya balita. Walaupun mereka terlihat menuruti apa yang kita minta sebenarnya mereka belum paham maksud dari larangan tersebut. Gantilah kalimat-kalimat negatif dengan kalimat yang positif dan produktif. Contoh sederhananya: ganti kata jangan lari-lari dengan kalimat jalan hati-hati, dsb.
  2. Keep information short and simple (KISS)
  3. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan. Bedakan galak dengan tegas saat anak melakukan hal yang melanggar batasan menurut kita. Galak itu marah-marah, emosi dan kata-kata yang keluar dari mulut kita tidak beraturan. Sementara tegas, kita marah tapi kepala dan hati tetap tenang, kita tetap bisa memberikan instruksi dengan kalimat sederhana dalam situasi paling tidak mengenakkan sekalipun.
  4. Saat anak melakukan kesalahan, kendalikan suara dan gunakan nada yang ramah. Dilarang teriak-teriak. Dari pengalaman pribadi teriak-teriak ke anak saat marah sebenarnya cuma pelepasan perasaan emak saja, bukan menyelesaikan masalah. Dampak ke anak yang positif bisa dibilang tidak ada. Sebaliknya anak menjadi takut, berlindung pada orang yang lebih sabar dan yang lebih menakutkan lagi jika nanti suatu saat mereka meniru perbuatan sang emak secara tidak sadar. Huhuhuhuhuhu
  5. Seringlah membuat kejutan menarik untuk anak. PR banget nih.

Ada lagi hal-hal yang harus diperhatikan orang tua selama berkomunikasi dengan anak:
  • Fokus pada solusi bukan masalah. Jika anak melakukan suatu kesalahan, orang tua dilarang mengeluh, tetap tenang dan tuntun anak-anak untuk menyelesaikan masalahnya. Orang tua yang suka mengeluh akan menghasilkan anak-anak yang suka mengeluh, vice versa
  • Ganti kata "tidak bisa" menjadi "bisa". Efeknya, kita akan menelurkan anak-anak yang PD.
  • Katakan apa yang kita ingin anak lakukan, bukan apa yang tidak kita inginkan.
  • Fokus pada masa depan, bukan masa lalu. Jadi, jangan mengulang-ngulang pembahasan mengenai kesalahan yang pernah anak lakukan di masa lalu.
Buat saya pribadi, kata-kata dan semangat bu Septi itu seperti sihir positif. Heee. Materinya mungkin sudah sering juga dibahas di seminar-seminar parenting oleh pembicara yang tak kalah keren. Tapi entah mengapa kalau bu Septi yang menyampaikan rasa semangat untuk mengubah diri dari bu Septi itu menular. Suami saya aja sampai bilang "kenapa ya ibu kalau ayah yang bilang iya iya aja, tapi kalau bu Septi yang bilang langsung bersegera melaksanakan. Padahal inti permintaan atau obrolannya sama". Heeee, ga papa ya ayah yang penting ayah dan bu Septi obrolannya kompak. *lhoooh.

Apa sesaat setelah kuliah ini saya berubah jadi ibu yang sabar? Belum sayangnya. Perlu usaha, konsistensi, masukan dari pasangan dan muhasabah. Mengingat-ingat kembali betapa bersyukurnya Allah beri karunia dan kepercayaan dalam menjaga amanahNya. I'm on my way, insyaAllah.


No comments:

Post a Comment